Jenisibadah yang termasuk ibadah mahdhah, adalah : a. Shalat b. Zakat c. Puasa d. Ibadah Haji e. Umrah. Soal No. 7) Mengapa kita harus berlaku Ihsan kepada sesama ciptaan Allah Swt? Jawaban: Perilaku Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah SWT. Sebab, perilaku ihsan menjadikan kita sosok yang 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID vlhK8T7Gd6GJ0twhrDeGIHFbg2_vBzqNgl7nPKrwTZdJ3SiomyMJPg== Olehsebab itu, perbedaan lafa d z Padahal, agama yang paling berpengaruh waktu itu ada empat, termasuk Islam, disamping tiga agama tersebut. Maka tidak disebutkan Islam berarti mengisyaratkan bahwa yang dimaksud fitrah dalam hadist tersebut adalah Islam. Seseorang yang melaksanakan ibadah haji atau umroh haruslah orang yang mukallaf Ilustrasi umat Islam melaksanakan ibadah haji. Foto Haji dan UmrahIlustrasi jamaah haji di Baitullah. Foto Haji dan UmrahIlustrasi hukum haji dan umrah berdasarkan Al-QUran. Foto bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah.” QS Ali Imran 98.Artinya, “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah,” QS al-Baqarah 196.Artinya, “Dari Aisyah radhiyallahu anhu, beliau berkata wahai Rasulullah apakah wajib bagi para perempuan untuk berjihad? Rasulullah menjawab; Ya, yaitu jihad yang tanpa adanya peperangan, yakni haji dan umrah.” HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi dan lainya dengan sanad-sanad yang sahih.Rukun Haji dan UmrahIlustrasi jamaah haji di Masjid Nabawi. Foto Waktu Haji dan UmrahKa'bah di Baitullah. Foto Menuruttradisi kitab-kitab fiqih pembahasan thaharah selalu ditempatkan pada poin yang pertama karena thaharah termasuk ibadah pokok yang diwajibkan sebagaimana halnya ibadah-ibadah pokok lainnya seperti shalat, puasa dan zakat. Di antara bersuci yang diperintahkan ialah wudhu, mandi dan membersihkan najis dari badan dan pakaian dan semua itu Ibadah haji merupakan rukun Islam yang wajib dipenuhi oleh umat muslim, jika mampu. Selain haji, ada pula ibadah umrah yang juga dilakukan dengan mengunjungi kota Mekah dan Madinah serta melakukan serangkaian ibadah di sana. Namun, apa sebenarnya perbedaan haji dan umrah? Haji Mengutip dari NU Online, haji adalah rukun kelima dari lima rukun Islam. Secara bahasa haji berarti menyengaja atau bermaksud melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah adalah menyengaja menuju Ka’bah untuk melaksanakan ibadah tertentu. Haji merupakan ibadah yang diserap dari syari’at para nabi terdahulu. Hal ini terbukti dari satu riwayat bahwa Nabi Adam Alaihissalam AS pernah melaksanakan haji dari India sebanyak 40 kali dengan berjalan kaki, bahkan menurut Ibnu Ishaq Allah Subhanahu Wa Ta’ala SWT tidak mengutus seorang Nabi setelah Nabi Ibrahim kecuali ia pernah melaksanakan haji. Syekh Zainuddin al-Malibari berkata قال ابن إسحاق لم يبعث الله نبيا بعد إبراهيم عليه الصلاة والسلام إلا حج “Ibnu Ishaq berkata Allah tidak mengutus seorang Nabi setelah Nabi Ibrahim alaihissalam kecuali ia melakukan haji,” Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy Hasyiyah I’anah al-Thalibin, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 312. Ibadah haji wajib dilakukan oleh semua umat Islam selama mereka mampu secara fisik, mental, dan finansial untuk melakukan perjalanan. Adalah wajib untuk mengunjungi Ka'bah, rumah Allah, setidaknya sekali seumur hidup. Setiap tahun, 3-4 juta peziarah dari seluruh dunia melakukan ziarah besar ke Mekah, menjadikannya pertemuan terbesar orang-orang di planet ini. Perjalanan ini sangat penting sehingga haji adalah salah satu dari 5 rukun Islam dan memiliki makna keagamaan yang lebih besar daripada Umrah. Ini adalah salah satu tindakan yang paling spiritual dan bermanfaat dan memperdalam hubungan seseorang dengan Allah. Setelah selesai, semua dosa masa lalu akan dibersihkan dan Jannah surga dapat dicapai. Haji harus dilakukan pada waktu tertentu dalam setahun di bulan terakhir kalender Islam, Dzulhijjah. Ibadah haji berlangsung setahun sekali dari tanggal 8 hingga 12 di Dzulhijjah, memakan waktu setidaknya 4-5 hari untuk menyelesaikannya, dan tidak dapat dilakukan di bulan atau waktu lain dalam setahun. Selama melaksanakan haji, umat Islam melakukan sejumlah ritual keagamaan dan tindakan ibadah yang berbeda untuk menunjukkan ketaatan dan penyerahan diri kepada Allah. Ritual ini dimulai dengan cara yang sama seperti Umrah tetapi haji berlanjut dengan perjalanan lebih lanjut dan ritual yang lebih rumit. HEALTH-CORONAVIRUS/SAUDI-HAJ ANTARA FOTO/REUTERS/Saudi Ministry of Media/Handout /pras/dj Umrah Umrah secara bahasa dapat diartikan berziarah ke tempat ramai atau berpenghuni, sedangkan menurut istilah adalah menyengaja menuju Ka’bah untuk melaksanakan ibadah tertentu. Umrah seperti ziarah mini. Itu bukan rukun Islam tetapi berkah untuk dijalankan. Umrah dapat dilakukan kapan saja selama kalender Islam, tidak seperti haji yang hanya dapat dilakukan pada bulan Zulhijjah. Haji dan umrah merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Keduanya memiliki banyak persamaan meliputi syarat wajib, syarat sah, kesunnahan, hal-hal yang membatalkan, dan perkara-perkara yang diharamkan saat melakukan dua ibadah tersebut. Meski demikian, keduanya juga memiliki beberapa titik perbedaan. Berikut ini penjelasannya. Perbedaan Haji dan Umrah Dari pengertiannya, terdapat beberapa perbedaan antara ibadah haji dan umrah, baik dari segi hukum, rukun, waktu pelaksanaan maupun kewajibannya. 1. Hukum Haji merupakan ibadah yang wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajib haji, hal ini berdasarkan firman Alah subhanahu wata’ala ولِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ “Dan bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah.” QS Ali Imran 98. Dari ayat di atas ulama merumuskan bahwa hukumnya haji adalah wajib dan tergolong persoalan al-mujma’ alaihi al-ma’lum min al-din bi al-dlarurah yang disepakati hukumnya oleh seluruh mazhab dan diketahui oleh semua kalangan, baik orang awam dan khusus. Oleh sebab itu, seseorang yang mengingkari kewajiban haji dihukumi murtad atau keluar dari Islam, kecuali bagi orang yang sangat awam, jauh dari informasi keagamaan. Sedangkan hukum umrah diperselisihkan ulama. Menurut pendapat al-Azhhar yang kuat hukumnya wajib, hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah,” QS al-Baqarah 196. Umrah dilakukan sebagai pelengkap ketika melaksanakan Haji, namun harus dilakukan dalam jangka waktu yang berbeda. umrah memiliki hukum Sunnah Muakkad atau ibadah sunnah yang sangat dianjurkan. 2. Rukun Rukun haji ada lima yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut. Sedangkan rukun umrah ada empat, niat ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut. Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa haji dan umrah berbeda pada satu rukun yaitu wuquf di Arafah yang hanya menjadi rukun haji, bukan umrah. Rukun Haji Rukun haji adalah kegiatan-kegiatan yang apabila tidak dikerjakan, maka hajinya dianggap batal. Berbeda dengan wajib Haji, wajib Haji adalah suatu perbuatan yang perlu dikerjakan, namun wajib Haji ini tidak menentukan sah nya suatu ibadah haji. Jika tidak dikerjakan, maka wajib diganti dengan membayar dam denda. Rukun haji ada enam, yaitu a. Ihram Berniat Ihram adalah berniat mengerjakan Haji atau Umrah bahkan keduanya sekaligus, Ihram wajib dimulai miqatnya, baik miqat zamani maupun miqat makani. Sunnah sebelum memulai ihram diantarnya adalah mandi, menggunakan wewangian pada tubuh dan rambut, mencukur kumis dan memotong kuku. Untuk pakaian ihram bagi laki-laki dan perempuan berbeda, untuk laki-laki berupa pakaian yang tidak dijahit dan tidak bertutup kepala, sedangkan perempuan seperti halnya shalat tertutup semua kecuali muka dan telapak tangan. b. Wukuf Hadir di Arafah Waktu wukuf adalah tanggal 9 dzulhijjah pada waktu dzuhur, setiap seorang yang Haji wajib baginya untuk berada di padang Arafah pada waktu tersebut. Wukuf adalah rukun penting dalam Haji, jika wukuf tidak dilaksanakan dengan alasan apapun, maka Hajinya dinyatakan tidak sah dan harus diulang pada waktu berikutnya. Pada waktu wukuf disunnah-kan untuk memperbanyak istighfar, zikir, dan doa untuk kepentingan diri sendiri maupun orang banyak, dengan mengangkat kedua tangan dan menghadap kiblat. c. Tawaf Ifadah Tawaf ifadah adalah mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali dengan syarat suci dari hadas dan najis baik badan maupun pakaian, menutup aurat, kakbah berada di sebelah kiri orang yang mengelilinginya, memulai tawaf dari arah hajar aswad batu hitam yang terletak di salah satu pojok di luar Kakbah. Ada lima macam tawaf, yaitu Tawaf qudum adalah tawaf yang dilakukan ketika baru sampai di Mekah. Tawaf ifadah adalah tawaf yang menjadi rukun haji. Tawaf sunah adalah tawaf yang dilakukan semata-mata mencari rida Allah. Tawaf nazar adalah tawaf yang dilakukan untuk memenuhi nazar. Tawaf wada adalah tawaf yang dilakukan sebelum meninggalkan kota Mekah d. Sa’i Sa’i adalah lari-lari kecil atau jalan cepat antara Safa dan Marwa keterangan lihat QS Al Baqarah 158. Syarat-syarat sa’i adalah sebagai Dimulai dari bukit Safa dan berakhir di bukit Dilakukan sebanyak tujuh Melakukan sa’i setelah tawaf qudum. e. Tahalul Tahalul adalah mencukur atau menggunting rambut sedikitnya tiga helai. Pihak yang mengatakan bercukur sebagai rukun haji, beralasan karena tidak dapat diganti dengan penyem-belihan. f. Tertib. Tertib maksudnya menjalankan rukun haji secara berurutan. 3. Waktu Pelaksanaan Haji memiliki waktu pelaksanaan yang lebih sempit dari umrah. Waktu pelaksanaan haji terbatas pada rentang waktu mulai dari awal bulan Syawal sampai subuhnya hari raya Idul Adlha 10 Zulhijah. Sedangkan umrah bebas untuk dilaksanakan kapan saja. 4. Kewajiban Kewajiban haji dan umrah merupakan rangkaian ritual manasik yang apabila ditinggalkan tidak dapat membatalkan haji atau umrah, namun wajib diganti dengan dam denda. Kewajiban haji ada lima, yaitu niat ihram dari miqat batas area yang telah ditentukan menyesuaikan daerah asal jamaah haji/ umrah, menginap di Muzdalifah, menginap di Mina, tawaf wada’ perpisahan serta melempar jumrah. Sedangkan kewajiban umrah ada dua, niat ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram. Larangan Ihram Hal-hal yang dimaksud larangan ini adalah yang diharamkan dilakukan bagi yang berihram, haram bukan artian sebagai perbuatan yang menjadikan dosa, karena belum pernah ada pendapat ulama tentang pelanggar larangan-larangan ini mendapatkan dosa. Sebagai contoh pelanggaran suatu hajat, tidak mencukur rambut dikarenakan memiliki penyakit yang jika rambutnya dicukur bisamengurangi kesehatan seorang haji, maka ini hukumnya tidak dosa. Adapun jika larangan ini sengaja di-langgar maka ia akan berdosa. Beberapa larangan tersebut diantaranya, yaitu Bagi laki-laki dilarang menggunakan pakaian berjahit. Bagi laki-laki dilarang menggunakan penutup kepala. Larangan bagi perempuan untuk menutup muka dan telapak tangganya. Di saat ihram bagi laki-laki maupun perempuan wangi-wangian untuk badan maupun pakaian, boleh memakainya sebelum ihram. Dilarang menikah, menikahkan, ataupun menjadi wali nikah. Tidak boleh ada proses pernikahan. Dilarang bersetubuh Simpulannya, haji dan umrah memiliki perbedaan dalam hukum, rukun, waktu pelaksanaan dan kewajibannya. Secara hukum, haji hukumnya wajib dan tidak ada perbedaan ulama, sedangkan umrah kewajibannya diperselisihkan. Di lihat dari rukun, haji dan umrah berbeda dalam rukun wuquf di Arafah. Dari segi waktu pelaksanaan, haji lebih sempit dari pada umrah. Dan untuk kewajiban, haji mempunyai lebih banyak kewajiban dari pada umrah yang hanya terdapat dua saja. Sekian semoga bermanfaat. VIVAEdukasi - Rukun haji merupakan serangkaian amalan yang harus dilaksanakan dalam ibadah haji dan tidak bisa diganti dengan amalan yang lain. Bila rukun haji tersebut ditinggalkan, maka ibadah haji seseorang menjadi tidak sah. Itulah sebabnya, haji merupakan ibadah yang tidak boleh dilakukan secara sembarangan dan pelaksanaannya harus ditaati supaya menjadi haji mabrur. Teks Jawaban Wahyu telah memberikan petunjuknya terkait hikmah umum dari disyari’atkan haji dan umroh, di antaranya adalah sebagaimana yang telah disebutkan secara global di dalam Al Qur’an وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ، لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ، ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ، ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الْأَنْعَامُ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ الحج 27 – 30 “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfa`at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan sebahagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu Baitullah. Demikianlah perintah Allah. Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta”. QS. Al Hajj 27-30 Haji dan umroh dan manasik pada keduanya dalam rangka menghadirkan tauhid kepada Allah Ta’ala, karena meninggalkan perkataan dusta, termasuk meninggalkan syirik dengan semua penampakan, jenis dan tingkatannya, dan menjadikan kesempurnaan haji dan umroh hanya untuk Allah semata. Allah Ta’ala berfirman وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ البقرة 196 . “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah”. QS. Al Baqarah 196 Dan dari Jabir bin Abdullah –saat beliau menjelaskan sifat dari hajinya Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- ... فَأَهَلَّ بِالتَّوْحِيدِ لَبَّيْكَ اللهُمَّ، لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ، وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ رواه مسلم 1218 “Seraya beliau memulai dengan kalimat tauhid “Ya Allah kami datang memenuhi panggilan-Mu, kami datang memenuhi panggilan-Mu yang tidak ada sekutu bagi-Mu kami datang memenuhi panggilan-Mu, sungguh pujian, nikmat dan kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu”. HR. Muslim 1218 Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata “Adapun haji adalah hal lain yang tidak bisa diketahui kecuali oleh mereka yang lurus di mana mereka membidik cinta dengan anak panah, posisinya teramat agung untuk bisa diungkapkan, hal itu hanya ada pada agama yang lurus ini, hingga dikatakan terkait dengan firman Allah Ta’ala حُنَفَاءَ لِلَّهِ “Dengan ikhlas kepada Allah”. QS. Al Hajj 31 Maksudnya adalah mereka para jama’ah haji. Dan Allah telah menjadikan masjidil haram sebagai tiang bagi manusia, tiang dunia yang bertumpu di atasnya bangunannya, kalau saja manusia telah meninggalkan haji dalam satu tahun, maka langit akan tersungkur ke bumi, demikianlah yang telah disampaikan oleh sang penerjemah Al Qur’an Ibnu Abbas, beliau berkata “Masjidil haram adalah tiangnya dunia, maka ia akan senantiasa berdiri dan rumah Allah tersebut akan senantiasa dikunjungi oleh para jama’ah haji”. Haji itu menjadi ciri khusus dari Hanifiyah agama yang lurus karena menjadi pondasi dari pada tauhid semata dan kecintaan yang ikhlas”. Miftah Daar As Sa’aadah 2/869 Syeikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- berkata “Haji itu semuanya sebagai ajakan untuk mentauhidkan-Nya, istiqamah di atas agama-Nya, tetap tegar berada pada apa yang karenanya Nabi Muhammad –shallallahu alaihi wa sallam- diutus oleh-Nya, tujuan paling agung dari haji adalah mengarahkan manusia untuk mentauhidkan Allah, ikhlas beribadah kepada-Nya, mengikuti Rasul-Nya –shallallahu alaihi wa sallam- dalam kebenaran dan petunjuk dalam haji dan yang lainnya di mana Allah mengutus beliau karena-Nya”. Talbiyah saat pertama kali jama’ah haji dan umroh tiba adalah لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك “Aku memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku memenuhi panggilan-Mu”. Ia mendeklarasikan tauhidnya kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, dan bahwa Allah –Subhanahu- tidak ada sekutu bagi-Nya, demikian juga dalam bab thawaf, ia mengingat Allah dan mengagungkan-Nya, dan beribadah kepada-Nya semata dengan thawaf tersebut, dan melaksanakan sa’i dan beribadah kepada-Nya semata dengan sa’i tersebut, tidak karena tujuan lainnya, demikian juga tahallul mencukur gundul atau sebagian dari rambutnya, termasuk menyembelih hewan al Hadyu sembelihan haji dan hewan qurban, semua itu karena Allah semata, termasuk dzikir-dzikir yang dilantunkan di Arafah, Muzdalifah dan Mina, semuanya menyebut nama Allah, mentauhidkan-Nya, dan mengajak kepada kebenaran dan menjadi petunjuk bagi para hamba, dan yang menjadi kewajiban mereka adalah beribadah kepada Allah semata, dan agar mereka saling bergandengan tangan, saling tolong-menolong dan saling menasehati dalam hal tersebut”. Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz 16/186-187 Haji adalah menegakkan dzikir kepada Allah Ta’ala, pada setiap manasik dari manasik-manasiknya terdapat dzikir kepada Allah Ta’ala, sebagaimana petunjuk dari ayat ini وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ “Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan”. QS. Al Hajj 28 Allah Ta’ala berfirman ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ،فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا البقرة 198 – 199 “Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak `Arafah dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut membangga-banggakan nenek moyangmu, atau bahkan berzikirlah lebih banyak dari itu”. QS. Al Baqarah 198-199 Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata “Bahkan hal itu –maksudnya dzikir- adalah ruh, inti dan tujuan dari haji, sebagimana sabda Nabi إنما جعل الطواف بالبيت، والسعي بين الصفا والمروة، ورمي الجمار لإقامة ذكر الله “Bahwa dijadikan thawaf di baitullah, sa’i di antara bukit Shafa dan Marwah dan melempar jumrah, untuk menegakkan dzikir kepada Allah”. Madarikus Salikin 4/2537 Syeikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah ta’ala- berkata “Dzikir itu termasuk bagian dari manfaat yang disebutkan di dalam firman Allah لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ “supaya mereka menyaksikan berbagai manfa`at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan”. QS. Al Hajj 28 Dihubungkannya dengan manfaat dari sisi menghubungkan sesuatu yang khusus kepada sesuatu yang umum, dan telah ditetapkan riwayatnya dari Nabi –shalallahu alaihi wa sallam- bersabda إنما جعل الطواف بالبيت والسعي بين الصفا والمروة ورمي الجمار لإقامة ذكر الله “Sungguh dijadikan thawaf di Baitullah, sa’i antara bukit Shafa dan Marwah, dan melempar jumroh adalah untuk mewujudkan dzikir kepada Allah”. Dan beliau juga telah mensyari’atkan bagi manusia sebagaimana yang ada di dalam Al Qur’an yaitu; menyebut nama Allah saat menyembelih, dan telah mensyari’atkan bagi mereka menyebut nama Allah saat melempar jumrah, dan setiap jenis manasik haji adalah dzikir kepada Allah, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Haji dengan semua aktifitas dan perkataannya semuanya adalah dzikir kepada Allah”. Majmu’ Fatawa wa Maqalat Ibnu Baaz 16/185-186 Dan di dalam manasik haji dan umroh akan terealisasikannya banyak manfaat diniyah dan duniawi bagi para jama’ah haji dan umroh, dan bagi penduduk tanah haram dan mereka yang mukim di sana, dan pada hikmah ini ayat tersebut memberikan isyarat لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfa`at bagi mereka”. QS. Al Hajj 28 Syeikh Abdurrahman As Sa’di –rahimahullah- berkata “Agar dengan Baitullah mereka mendapatkan manfaat diniyah, dari mulai ibadah utama, dan ibadah-ibadah yang tidak bisa dikerjakan kecuali di sana, dan manfaat duniawi, seperti penghasilan, dan mendapatkan keuntungan duniawi, semua itu adalah hal yang bisa dilihat oleh mata, semua orang mengetahuinya”. Tafsir As Sa’di 536 Dan bagian dari manfaat ini adalah berkumpulnya umat Islam dari semua negara, mereka jadi saling mengenal satu sama lain, sebagian mereka mendapatkan manfaat dari sebagian lainnya, baik dari sisi ilmu, bisnis dan manfaat lainnya, persatuan mereka semakin bertambah dengan bersatunya keadaan mereka, penampakan mereka, dan tujuan dari perjalan mereka ini. Umat Islam tampak bersatu dengan penampilan yang bersatu pada tempat, waktu, aktifitas dan posisi. Mereka semua berdiri di masya’iril haram pada satu waktu, aktifitas mereka satu, posisi mereka satu, dengan dua helai kain atasan dan bawahan, tunduk dan hina di hadapan Allah Azza wa Jalla. Apa yang dihasilkan dari semua penyembelihan, dan hewan Al Hadyu yang wajib maupun yang sunnah, dalam rangka mengagungkan kehormatan Allah dan menikmatinya dengan mengkonsumsinya, menghadiahkan dan mensedekahkan kepapada fakir miskin. Majmu’ Fatawa wa Rasail Al Utsaimin 24/241 Kedua Adapun hikmah dari urutan manasik haji dan umroh begitu tampak Pertama dengan ihram dan talbiyah, dengan keduanya seorang muslim mengumumkan untuk memasuki manasik haji dan umroh, dan komitmen dirinya pada hukum-hukum keduanya, dan memulai melaksanakan thawaf saat sampai di Makkah; karena Baitullah adalah yang paling agung yang di dalam Haram, dan thawaf termasuk rukun haji dan umroh yang paling penting, maka menjadi hal yang sesuai dimulai dengannya bukan dengan yang lain, setelah selesai dengan amalan yang berkaitan dengan Baitullah, maka menjadi cocok untuk berpindah pada amalan lainnya, yaitu; sa’i antara bukit Shafa dan Marwah karena keduanya yang paling dekat dengan Baitullah, lalu mabit di Mina; karena menjadi persiapan untuk rukun terpenting dalam ibadah haji, yaitu; wukuf di Arafah, kemudian mabit di Muzdalifah; karena ia menjadi jalan untuk sisa manasik haji lainnya setelah thawaf ifadhah dari Arafah, maka menjadi sesuai jama’ah haji untuk beristirahat di sana untuk persiapan mengerjakan amalan pada hari Nahr tanggal 10, kemudian berikutnya melempar jumrah; karena jumrah ada di Mina dan setelah Muzdalifah, dan tahallul serta qurban sesuai dilakukan pada hari tersebut; karena hari itu adalah hari raya idul Adha, kemudian melakukan thawaf di Ka’bah sebagai bentuk syukur kepada Allah untuk menyempurnakan amalan haji yang paling penting, kemudian berikutnya mabit di Mina –yaitu; tempat di mana Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- menyembelih sembelihan hajinya- maka menjadi sesuai jika jama’ah haji bermalam di sana selama hari tasyrik Tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, untuk berdzikir kepada Allah dan menyembelih sembelihan haji, memakannya dan membagikannya. Dari Nubaisyah al Hudzali berkata “Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وزاد في رواية وَذِكْرٍ لِلَّهِ رواه مسلم 1141. “Hari-hari tasyrik adalah hari-hari makan dan minum”. Ada tambahan pada riwayat lain “Dan untuk berdzikir kepada Allah”. HR. Muslim 1141 Dan karenanya dilarang berpuasa pada hari-hari tasyrik, kecuali mereka yang tidak mendapatkan al Hadyu hewan sembelihan haji. Dari Urwah, dari Aisyah, dari Salim, dari Ibnu Umar –radhiyallahu anhum- berkata لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ، إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدِ الهَدْيَ رواه البخاري 1997. “Tidak ada keringanan pada hari-hari tasyrik untuk berpuasa di dalamnya, kecuali bagi mereka yang tidak mendapatkan sembelihan haji”. HR. Bukhori 1997 Kemudian turun ke Makkah untuk melaksanakan thawaf wada’ dan jama’ah haji meninggalkan Makkah. Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata “Adapun rahasia di dalam ibadah ihram ini, menjauhi kebiasaan, membuka kepala, menanggalkan pakaian biasanya, thawaf, wukuf di Arafah, melempar jumroh, dan semua masya’ir haji; apa saja kebaikan yang telah disaksikan oleh akal sehat dan fitrah yang lurus, dan mengetahui bahwa yang telah mensyari’atkan hal ini tidak ada hikmah di atas hikmah-Nya”. Miftah Daar As Sa’aadah 2/869 Sebagian para ulama telah melakukan ijtihad untuk mendapatkan hikmah yang terperinci untuk sebagian amalan haji dan umroh. Dan yang dikatakan terkait hal itu adalah Hikmah Tidak Mengenakan Pakaian Yang Berjahit. Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’ pernah ditanya “Kenapa Allah Ta’ala telah mengharamkan kepada para jama’ah haji untuk memakai pakaian yang berjahit, apa hikmah di balik hal itu ?” Mereka menjawab Pertama Allah telah mewajibkan haji kepada orang mukallaf yang mampu mengadakan perjalanan ke sana, satu kali seumur hidup, dan Dia telah menjadikannya salah satu dari rukun Islam, hal itu termasuk perkara yang mudah diketahui di dalam agama, maka diwajibkan bagi seorang muslim untuk menunaikan kewajiban Allah tersebut, untuk mengharap ridha dari Allah dan melaksanakan perintah-Nya, mengharap pahala dan takut akan siksa-Nya, di sertai rasa percaya diri bahwa Allah Maha bijaksana dalam syari’at-Nya dan semua perbuatan-Nya, Maha penyayang kepada para hamba-Nya, Dia tidak mensyari’atkan kepada mereka kecuali yang akan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, dan manfaat luas yang akan kembali kepada mereka di dunia dan akhirat, dan kepada Tuhan kita Yang Maha Menguasai Maha Bijaksana Maha Suci sumber syari’at dan menjadi kewajiban seorang hamba adalah mengamalkannya dan berserah diri. Kedua Ada banyak hikmah dengan disyari’atkannya pakaian yang tidak berjahit pada ibadah haji dan umroh, di antaranya adalah mengingatkan keadaan manusia pada saat hari kebangkitan, karena mereka akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam kondisi tanpa alas kaki dan telanjang kemudian mereka berpakaian, dan dalam mengingat kondisi di akhirat mengandung pelajaran dan hikmah, di antaranya Menundukkan jiwa, menjadikannya merasakan kewajiban tawadhu’ dan mensucikannya dari noda kesombongan. Di antara pelajaran lainnya adalah menjadikan jiwa merasakan mabda’pondasi berdekatan, persamaan, dan kesederhanaan, jauh dari kemewahan yang berlebihan, iba kepada orang-orang fakir dan miskin, dan lain sebagainya dari tujuan-tujuan ibadah sesuai dengan tata cara yang telah disyari’atkan oleh Allah dan telah dijelaskan oleh Rasul-Nya –shallallahu alaihi wa sallam-. Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’ Abdullah bin Qu’uud, Abdullah bin Ghadyan, Abdur Razzaq Afifi, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Fatawa Lajnah Daimah 11/1790180 Hikmah Thawaf dan Mencium Hajar Aswad. Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata “Hikmah dari thawaf Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- telah menjelaskannya saat beliau bersabda إنما جعل الطواف بالبيت والصفا والمروة ورمي الجمار لإقامة ذكر الله “Sungguh telah dijadikan thawaf di Baitullah, Shafa dan Marwah, melempar jumrah untuk menegakkan dzikir kepada Allah”. Seorang yang thawaf di sekitar Baitullah ia melaksanakannya dengan hatinya untuk mengagungkan nama Allah Ta’ala yang akan menjadikannya sebagai orang yang berdzikir kepada Allah, dan pergerakannya dengan berjalan dan mencium, mendapatkan hajar aswad, rukun yamani, memberikan isyarat pada hajar aswad dalam rangka mengingat Allah; karena hal itu bagian dari ibadah kepada-Nya, dan setiap ibadah adalah dzikir kepada Allah dengan makna yang umum, adapun apa yang diucapkan oleh lisannya dari mulai takbir, dzikir, dan do’a maka begitu tampak termasuk bagian dari dzikir kepada Allah Ta’ala. Adapun mencium hajar aswad hal termasuk ibadah; di mana manusia mencium batu yang tidak ada kaitan dengan dirinya, kecuali hanya dalam rangka beribadah kepada Allah dengan mengagungkan-Nya dan mengikuti Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dalam hal itu, sebagaimana yang telah ditetapkan riwayatnya bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khattab –radhiyallahu anhu- bahwa beliau berkata saat mencium hajar aswad إني لأعلم أنك حجر لا تضر ولا تنفع ولولا أني رأيت رسول الله يقبلك ما قبلتك “Sungguh saya mengetahui bahwa kamu adalah batu, tidak membahayakan dan tidak mendatangkan manfaat, kalau saja saya tidak melihat Rasulullah menciummu maka saya tidak akan menciummu”. Adapun apa yang dianggap oleh sebagian orang-orang bodoh bahwa yang dimaksud dari amalan tersebut adalah bertabarruk mencari barakah dengannya, maka hal ini tidak ada dasarnya, maka menjadi batil”. Majmu’ Fatawa wa Rasail Syeikh Ibnu Utsaimin 2/318-319 Al Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata “Al Mahlab berkata “Sungguh telah disyari’atkan mencium –hajar aswad- itu sebuah ujian, agar diketahui dengan nyata ketaatan orang yang taat, dan hal itu mirip dengan kisah dari iblis yang telah diperintah untuk bersujud kepada Adam, dan pada ucapan Umar ini adalah bentuk penyerahan diri kepada pembuat syari’at dalam urusan agama dan mengikuti dengan baik dalam hal-hal yang belum nampak makna yang terkadung di baliknya”. Hal itu merupakan kaidah agung untuk mengikuti Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- terkait dengan apa yang beliau amalkan, meskipun belum diketahui hikmah di balik hal tersebut. Fathul Baari 3/463 Dari Ibnu Abbas berkata “Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda terkait dengan hajar وَاللَّهِ لَيَبْعَثَنَّهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ لَهُ عَيْنَانِ يُبْصِرُ بِهِمَا، وَلِسَانٌ يَنْطِقُ بِهِ، يَشْهَدُ عَلَى مَنْ اسْتَلَمَهُ بِحَقٍّ رواه الترمذي 961 وقال هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ. وصححه الألباني في "صحيح سنن الترمذي" 1 / 493. “Demi Allah, niscaya Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat dengan mempunyai kedua mata yang bisa melihat, dan lisan yang bisa bicara, dengan bersaksi atas orang yang telah mendapatkannya menciumnya dengan benar”. HR. Tirmidzi 961 dan ia berkata “ini adalah hadits hasan, dan telah ditashih oleh Albani di dalam Shahih Sunan Tirmidzi Adapun terkait dengan Sa’i di antara bukit Shafa dan Marwah. Syeikh Muhammad Amin As Syinqithi –rahimahullah- “Adapun hikmahnya sa’i, telah dijelaskan di dalam nash yang shahih, yaitu yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhori di dalam Shahihnya dari Ibnu Abbas –radhiyallahu anhuma- terkait dengan kisah Nabi Ibrahim saat meninggalkan ibunda Hajar dan Ismail di Makkah, bahwa beliau telah meletakkan di sisi keduanya sebuah wadah yang ada kurmanya, dan wadah lain berisi air, dan di dalam hadits shahih tersebut berbunyi وجعلت أم إسماعيل ترضع إسماعيل، وتشرب من ذلك الماء، حتى إذا نفد ما في السقاء عطشت، وعطش ابنها، وجعلت تنظر إليه يتلوى، أو قال يتلبط، فانطلقت كراهية أن تنظر إليه، فوجدت الصفا أقرب جبل في الأرض يليها، فقامت عليه، ثم استقبلت الوادي تنظر هل ترى أحدا، فلم تر أحدا، فهبطت من الصفا حتى إذا بلغت الوادي رفعت طرف درعها، ثم سعت سعي الإنسان المجهود، حتى جاوزت الوادي، ثم أتت المروة فقامت عليها، ونظرت هل ترى أحدا، فلم تر أحدا، ففعلت ذلك سبع مرات قال ابن عباس قال النبي صلى الله عليه وسلم فذلك سعي الناس بينهما الحديث. “Dan Ibunya Ismail mulai menyusuinya, dan beliau meminum air tersebut, sampai air yang di wadah tersebut habis, lalu beliau dan anaknya merasa kehausan, beliau melihat anaknya mulai resah atau bingung, beliau pun bergegas pergi karena tidak mau melihat anaknya dalam kondisi seperti itu, beliau pun mendapati bukit Shafa gunung terdekat yang ada, beliau pun berdiri di sana, lalu menghadap ke lembah melihat apakah ada orang, ia pun tidak melihat ada orang, lalu beliau turun dari Shafa sampai di lembah dengan mengangkat ujung hastanya, kemudian beliau bersa’i jalan cepat seperti orang berjalan yang bersungguh-sungguh hingga melewati lembah tersebut, lalu tiba di bukit Marwah, ia pun berdiri di atasnya, dan melihat apakah ada orang, ia pun tidak melihat seorang pun, beliau melakukan hal itu sebanyak tujuh kali”. Ibnu Abbas berkata “Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda “Maka itulah ibadah sa’inya manusia di antara keduanya”. Al Hadits Dan sabda Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- pada hadits ini “Maka itulah ibadah sa’inya manusia di antara keduanya”, merupakan isyarat yang cukup akan hikmahnya sa’i antara Shafa dan Marwah; karena Hajar telah melakukan sa’i di antara keduanya seperti yang telah disebutkan sedang ia dalam kondisi sangat membutuhkan, dan sangat berharap kepada Rabbnya; karena buah hatinya Ismail ia melihatnya sedang gelisah kehausan di negeri yang tidak ada air dan juga tidak ada teman, kondisi Hajar juga dalam kelaparan dan kehausan dan sangat butuh kepada Pencipatanya –Jala Jalaluhu-, ia dalam kondisi sulit untuk mendaki gunung ini, jika ia tidak melihat apapun ia pun berlari ke gunung yang kedua mendakinya untuk melihat seseorang, maka Allah menyuruh manusia untuk melakukan sa’i di antara Shfa dan Marwah agar mereka merasakan bahwa kebutuhan dan kefakiran mereka kepada Pencipta dan Pemberi rizekinya seperti kebutuhan wanita tersebut dalam waktu yang sempit dan dalam kesusahan yang besar mengadu kepada Pencipta dan Pemberi rizeki kepadanya; agar mereka semuanya mengingat bahwa barang siapa yang taat kepada Allah seperti Ibrahim –semoga shalawat terlimpah kepada beliau dan kepada Nabi kita- yang Allah tidak menelantarkannya dan tidak menggagalkan doanya. Inilah hikmah berharga yang nampak yang ditunjukkan oleh hadits yang shahih”. Adhwa’ul Bayan 5/342-343 Hikmah Mabit/Bermalam di Mina Syeikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- pernah ditanya “Apa hikmah dari melempar jumrah dan mabit di Mina selama tiga hari, kami berharap dari anda yang terhormat untuk menjelaskan hikmah dari hal tersebut dan kami berterima kasih” Beliau menjawab “Kewajiban seorang muslim adalah taat kepada Rasul –shallallahu alaihi wa sallam- dan mengikuti syari’at, meskipun ia belum mengetahui hikmahnya, Allah telah memerintahkan kepada kita untuk mengikuti apa yang dibawa oleh Rasul –shallallahu alaihi wa sallam- dan mengikuti kitab-Nya, Allah Ta’ala berfirman اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”. QS. Al A’raf 3 Dan Dia juga berfirman وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ “Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia”. QS. Al An’am 155 Dia juga berfirman أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ “Dan ta`atlah kamu kepada Allah dan ta`atlah kamu kepada Rasul Nya”. QS. Al Maidah 92 Dia juga berfirman وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”. QS. Al Hasyr 7 Maka jika anda mengetahui hikmahnya Alhamdulillah dan jika anda tidak mengetahuinya maka tidak masalah. Dan semua yang telah disyari’atkan oleh Allah ada hikmah di baliknya, dan semua yang telah dilarang oleh-Nya ada hikmah dibaliknya, baik kita mengetahuinya atau tidak mengetahuinya. Maka melempar jumrah adalah jelas hal itu untuk menjadikan syetan tersungkur dan untuk taat kepada Allah –Azza wa Jalla-. Dan bermalam di Mina, Allah Yang Maha Mengetahui hikmah di balik hal itu, dan mudah-mudahan hikmahnya adalah untuk memudahkan melempar jumrah jika bermalam di Mina supaya sibuk dengan berdzikir kepada Allah dan bersiap untuk melempar pada waktunya, jika ia mau ia akan pergi pada waktu yang ditentukan untuk melempar jumrah sesuai dengan waktu yang cocok baginya, jika tidak mabit di Mina mungkin ia akan terlambat atau tertinggal atau karena sibuk dengan hal lainnya. Dan Allah –Azza wa Jalla- Maha Mengetahui dengan hikmah –suhanahu wa ta’ala- dalam hal tersebut”. Majmu’ Fatawa wa Maqalat Syeikh bin Baz 380-382 Hikmah Melempar Jumrah. Syeikh Mumammad Amin As Syinqithi –rahimahullah- berkata “Ketahuilah bahwa tidak diragukan lagi bahwa hikmahnya melempar jumrah secara umum adalah taat kepada Allah dengan apa yang diperintahkan oleh-Nya, dan mengingat-Nya untuk mengerjakan kewajiban yang diperintahkan oleh-Nya melalui Nabi-Nya –shallallahu alaihi wa sallam-“. Abu Daud berkata di dalam Sunannya “Musaddad telah meriwayatkan kepada kami, dari Isa bin Yunus, dari Ubaidillah bin Abi Ziyad, dari Al Qasim, dari Aisyah berkata “Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda إنما جعل الطواف بالبيت، وبين الصفا والمروة، ورمي الجمار لإقامة ذكر الله ... “Sungguh dijadikannya thawaf di Baitullah, di antara Shafa dan Marwah, dan melempar jumrah adalah untuk menegakkan dzikir kepada Allah”. Dan Ubaidillah bin Abi Ziyad tersebut adalah Al Qadah Abu Hushain Al Makkiy, sekelompok orang menganggapnya terpercaya, dan sebagian lainnya menganggapnya lemah, dan makna dari haditsnya ini adalah tidak diragukan lagi benar adanya, dan yang menjadi saksi dari kebenaran maknanya adalah firman Allah Ta’ala وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ “Dan berzikirlah dengan menyebut Allah dalam beberapa hari yang berbilang”. QS. Al Baqarah 203 Karena hal itu masuk pada dzikir yang telah diperintahkan, yaitu; melempar jumrah dalilnya adalah firman Allah setelahnya فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ “Barangsiapa yang ingin cepat berangkat dari Mina sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya”. QS. Al Baqarah 203 Hal itu menunjukkan bahwa melempar jumrah telah disyari’atkan untuk menegakkan dzikir kepada Allah sebagaimana hal itu nampak dengan jelas. Namun hikmah ini adalah hikmah global, Al Baihaqi –rahimahullah- telah meriwayatkan di dalam Sunannya dari Ibnu Abbas secara marfu’ berkata لما أتى إبراهيم خليل الله عليه السلام المناسك، عرض له الشيطان عند جمرة العقبة، فرماه بسبع حصيات، حتى ساخ في الأرض، ثم عرض له عند الجمرة الثانية، فرماه بسبع حصيات، حتى ساخ في الأرض، ثم عرض له في الجمرة الثالثة، فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض. قال ابن عباس رضي الله تعالى عنهما الشيطانَ ترجمون ، وملةَ أبيكم تتبعون انتهى بلفظه من السنن الكبرى للبيهقي . “Saat Ibrahim –khalilullah alaihis salam- melakukan manasik, maka syetan menawarkan kepada beliau sesuatu di jumrah Aqabah, maka beliau melemparnya dengan tujuh kerikil hingga pergi, lalu ia pun menawarannya pada jumrah yang kedua, lalu beliau pun melemparnya dengan tujuh kerikil sampai pergi menjauh, kemudian ia menawarkannya lagi pada jumrah yang ketiga, beliau pun melemparnya lagi dengan tujuh kerikil sampai pergi menjauh”. Ibnu Abbas –radhiyallahu anhuma- berkata “Syetan itu kalian akan melemparnya, dan agama ayah kalian akan mengikutinya”. Redaksi Sunan Kubro karya Al Baihaqi Al Hakim telah meriwayatkan hadits ini di dalam Al Mustadrak secara marfu’, lalu beliau berkata “Ini adalah hadits yang shahih sesuai dengan syaratnya kedua imam Bukhori dan Mulim, namun keduanya tidak meriwayatkannya”. Atas dasar yang telah disebutkan oleh Al Baihaqi, maka dzikir kepada Allah yang disyari’atkan untuk melempar jumrah adalah menteladani Ibrahim dalam memusuhi syetan dan melemparnya dan tidak terikat dengannya, dan Allah berfirman قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim”. QS. Al Mumtahanah 4 Maka seakan melempar jumrah ini adalah simbolis dan isyarat untuk memusuhi syetan di mana Allah telah memerintahkannya kepada kita, di dalam firman-Nya إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh mu”. QS. Fathir 6 Dan firman-Nya yang lain dalam rangka mengingkari orang yang wala’ kepada syetan أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ “Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu?”. QS. Al Kahfi 50 Dan seperti yang diketahui bahwa melempar dengan batu termasuk bentuk permusuhan yang paling besar”. Adhwa’ul Bayan 5/340-341 Inilah sebagian pendapat kami, dari apa yang telah dikatakan oleh para ulama terkait hukum amalan-amalan dalam ibadah haji, dan mayoritas di antaranya termasuk perkara ijtihadi, kebanyakan tidak ada nashnya bahwa itulah hikmah yang diinginkan dari disyari’atkannya rincian ibadah yang agung ini. Oleh karenanya, ada sekelompok para ulama berpendapat bahwa amalan-amalan dalam ibadah haji tidak bisa dicerna oleh akal sehat, telah disyari’atkan dalam kondisi seperti itu untuk menjadi ujian sejauh mana ketaatan para hamba Allah kepada Rabb mereka, dan Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan apa yang ia kehendaki. Ibnul Jauzi –rahimahullah- berkata “Ketahuilah bahwa hukum asal dari ibadah itu adalah masuk akal, yaitu; kehinaan seorang hamba di hadapan Tuhannya dengan berlaku taat kepada-Nya, karena shalat dalam ibadah termasuk tawadhu’ dan kerendahan yang difahami sebagai penghambaan”. Dan dalam zakat adalah makna yang difahami sebagai bentuk sosial dan peduli. Dan dalam puasa memecah syahwat diri untuk menuntunnya pada yang ia layani. Dan meninggikan Baitullah dan membangunnya ada tujuannya tersendiri, dan di sekitarnya dijadikan sebagai haram untuk mengagungkan-Nya, dan berdatangannya banyak manusia dalam kondisi kusut seperti berdatangannya seorang hamba kepada Penolongnya dengan kondisi hina dan membutuhkan adalah sebuah perkara yang bisa difahami. Setiap jiwa akan merasa bahagia dalam beribadah dengan apa yang ia fahami, maka kecenderungan diri kepadanya akan membantu dan mendorongnya untuk mengamalkannya, maka jiwa pun menjalankan tugas-tugas yang tidak ia fahami agar menjadi sempurna keterikatannya, seperti; sa’i, melempar jumrah, hal itu tidak ada bagian dari jiwa, tidak menjadikan kebiasaannya bahagia, akal tidak mengetahui maknanya, maka tidak menjadi pendorong untuk mengerjakan kewajiban, kecuali hanya perintah dan dengan keterikatan semata. Dengan penjelasan ini akan mengetahui rahasia di balik ibadah yang rumit”. Mutsirul Azmi as Sakin 285-286 Kesimpulannya wahai saudaraku…! Bahwa yang disyari’atkan bagi seorang hamba saat mengamalkan ibadah haji dan umrah, hendaknya jama’ah haji dan umrah mengingat apa yang disyari’atkan untuk diamalkan, lalu ia pun mengamalkannya. Dan apa yang tidak disyari’atkan maka ia tinggalkan. Dan hendaknya ia berijtihad untuk mentadabburi dzikir-dzikir yang telah diurutkan oleh syari’at pada setiap amalan haji dan umrah, hal itu termasuk tujuan dari ibadah haji yang agung sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, jama’ah haji dan umrah tidak meninggalkan waktu saat melaksanakan ibadah haji dan umrahnya berlalu dengan sia-sia, namun hendaknya berusaha untuk selalu berdzikir kepada Allah Ta’ala, sesuai dengan kemampuannya, dan mengagungkan syi’ar-syi’ar Rabbnya dengan sebenarnya pengagungan, Allah Ta’ala berfirman ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ الحج/32 . “Demikianlah perintah Allah. Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”. QS. Al Hajj 32 Dan untuk mengenali sifat ibadah haji dan umrah dan dzikir apa saja yang telah disyari’atkan di dalamnya silahkan merujuk pada beberapa soal berikut ini 31822, 31819, 34744, 47732, 10508, 109246, dan 220989. Wallahu A’lam
Mulaidari air Zamzam, kurma, tasbih, sejadah, dan sejumlah oleh-oleh khas haji lainnya. Tradisi demikian dibenarkan dalam Islam bahkan sudah terjadi sejak zaman Rasulullah saw. Imam An-Nawawi menyebutkan tradisi ini dengan Naqi'ah, yaitu syukuran dalam rangka menyambut saudara yang baru tiba dari bepergian jauh termasuk setelah ibadah haji.

Jakarta - Secara umum, ibadah terbagi menjadi ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Kewajiban menunaikan ibadah tertuang dalam Al Quran surat Al Bayyinah ayat اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ - ٥Artinya "Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus benar." QS. Al Bayyinah 5Ibadah merupakan bukti kepatuhan seorang hamba kepadaRabbnya. Ibadah mahdhah adalah ibadah khusus sedangkan ghairu mahdhah merujuk pada ibadah muslim diwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Beribadah kepada Allah SWT berarti hanya menyembah Allah SWT semata dan tidak ada sesembahan lain selain cara pelaksanaan ibadah mahdhah sudah baku sesuai petunjuk Rasulullah SAW seperti ditetapkan dalam Al Quran atau As-Sunnah. Dalam surat An-Nisa ayat 64 Allah SWT berfirmanوَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا لِيُطَاعَ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ اِذْ ظَّلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ جَاۤءُوْكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللّٰهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوا اللّٰهَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا - ٦٤Artinya "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu Muhammad, lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." QS An-Nisa 64.Sedangkan dalam hadits disebutkan Rasulullah SAW memerintahkan umatnya agar menjalankan ibadah sebagaimana yang dia contohkanوَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّىArtinya "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." HR Bukhari.Ibadah jenis ini merupakan wujud penghambaan murni dan hubungan antara hamba dengan Allah SWT secara langsung. Dalam kata lain, ibadah mahdhah adalah hubungan manusia dengan Tuhan atau hubungan secara vertikal. Contoh ibadah mahdhah adalah sholat, zakat, puasa, haji, dan ibadah lain yang ditetapkan oleh hukum syara'.Dikutip dari buku Kitab Lengkap Panduan Shalat oleh Khalilurrahman Al-Mahfani dkk, ibadah mahdhah dapat dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, ibadah badaniyah mahdhah yakni ibadah jasmani seperti sholat, puasa, wudhu, dan sebagainya. Kedua, ibadah maliyah mahdhah yakni ibadah yang ditunaikan dengan harta benda seperti zakat, infak, dan ibadah badaniyah wa maliyah, yakni perpaduan antara ibadah badaniyah mahdhah dab ibadah maliyah mahdhah. Ibadah ini ditunaikan dengan jiwa raga dan juga harta benda. Contohnya adalah ibadah haji dan itu, ibadah ghairu mahdhah atau ibadah umum merupakan segala perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Ibadah ini dilakukan antar sesama manusia muamalah atau hubungan horizontal yang tidak hanya terkait dengan hubungan dengan Allah SWT ghairu mahdhah dilakukan berdasarkan perintah, anjuran, atau tidak adanya larangan terhadap suatu perbuatan. Ibadah ini juga bersifat rasional. Contoh ibadah ghairu mahdhah adalah silaturahmi, menjenguk orang sakit, sedekah, mencari ilmu, bekerja, membangun masjid, dan kegiatan yang bermanfaat satu dalil pelaksanaan ibadah ghairu mahdhah terdapat dalam surat Al Maidah ayat 2. Allah SWT berfirman,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُحِلُّوا۟ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّهْرَ ٱلْحَرَامَ وَلَا ٱلْهَدْىَ وَلَا ٱلْقَلَٰٓئِدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلْبَيْتَ ٱلْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَٰنًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَٱصْطَادُوا۟ ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا۟ ۘ وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِArab latin Yā ayyuhallażīna āmanụ lā tuḥillụ sya'ā`irallāhi wa lasy-syahral-ḥarāma wa lal-hadya wa lal-qalā`ida wa lā āmmīnal-baital-ḥarāma yabtagụna faḍlam mir rabbihim wa riḍwānā, wa iżā ḥalaltum faṣṭādụ, wa lā yajrimannakum syana`ānu qaumin an ṣaddụkum 'anil-masjidil-ḥarāmi an ta'tadụ, wa ta'āwanụ 'alal-birri wat-taqwā wa lā ta'āwanụ 'alal-iṡmi wal-'udwāni wattaqullāh, innallāha syadīdul-'iqābArtinya "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan mengganggu binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka. Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."Semoga penjelasan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah bisa meningkatkan wawasan dan keimanan detikers semua. Simak Video "Cuaca Makkah Panas, Ini Imbauan untuk Jemaah Haji Indonesia" [GambasVideo 20detik] kri/row

MemahamiTahallul dalam Haji dan Umrah: Pengertian dan Jenis-Jenisnya. Tahallul adalah - Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam, tepatnya rukun Islam yang kelima. Artinya, ibadah haji wajib dilakukan oleh umat Islam yang mampu melaksanakannya. Mampu di sini artinya mampu secara materi atau finansial serta mampu secara fisik. Meski terlihat sama, sebenarnya ada perbedaan ibadah haji dan umroh yang harus diketahuiIstilah haji dan umroh di kalangan umat muslim memang tidak asing lagi. Namun ternyata ada perbedaan ibadah haji dan umroh yang harus diketahui meski sama-sama dilakukan di Mekkah. Sebab, hal ini akan mempengaruhi ke dalam adalah salah satu dari rukun islam yang wajib dilakukan bagi orang yang mampu untuk mengerjakan, baik dari segi fisik maupun materi. Sedangkan umroh adalah ibadah yang hampir sama dengan ibadah haji namun sunnah untuk sekarang tidak jarang orang memilih umroh saja karena antrian ibadah haji yang panjang karena berpikir umroh sudah sama dengan haji kecil. Padahal, keduanya memiliki status hukum tersendiri dalam Islam dan tidak bisa disamakan. Selain itu, haji tidak menggantikan umroh ataupun Juga 7 Cara Mendidik Anak Perempuan dalam Islam, Yuk Amalkan!Perbedaan Ibadah Haji dan UmrohFoto Perbedaan Ibadah Haji dan Umroh -1 Foto Orami Photo StockHaji secara bahasa berarti sengaja atau bermaksud, yaitu mengunjungi tempat yang dimuliakan. Secara istilah haji diartikan sebagai serangkaian ibadah yang dilakukan pada waktu tertentu dan dengan tata-cara tertentu untuk mendapatkan keridhaan Allah umroh adalah ibadah sunah dan akan mendapatkan kemuliaan disisi Allah SWT. Umroh juga salah satu ibadah maliah atau yang menuntut pengorbanan harta benda. Dalam fiqih, haji dan umroh merupakan ibadah mustaqillah yang masing-masing memiliki hukum sendiri dan berbeda satu dengan adalah rukun kelima dari lima rukun Islam. Secara bahasa haji berarti menyengaja atau bermaksud melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah adalah menyengaja menuju Ka’bah untuk melaksanakan ibadah NU Online, haji merupakan ibadah yang diserap dari syari’at para nabi terdahulu. Hal ini terbukti dari satu riwayat bahwa Nabi Adam AS pernah melaksanakan bahkan berangkat dari India dan dilakukan sebanyak 40 kali dengan berjalan kaki. Bahkan menurut Ibnu Ishaq, Allah SWT tidak mengutus seorang nabi setelah Nabi Ibrahim kecuali ia pernah melaksanakan haji Zainuddin al-Malibari berkata “Ibnu Ishaq berkata Allah tidak mengutus seorang Nabi setelah Nabi Ibrahim alaihissalam kecuali ia melakukan haji.” Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy Hasyiyah I’anah al-Thalibin, Dar al-Fikr.Meski ada sedikit perbedaan dari segi pengertian, ada beberapa hal lain terkait dengan perbedaan ibadah haji dan umroh, terutama bagi orang-orang yang hendak melaksanakan salah satunya atau bahkan keduanya, yakni1. Berbeda Dalam HukumPerbedaan ibadah haji dan umroh yang utama dilihat dari penerapan hukumnya. Haji wajib dikerjakan baik secara fisik maupun materi. Apalagi, haji termasuk dalam rukun Islam. Sedangkan umroh merupakan sunnah muakad atau sunnah yang diutamakan. Allah SWT berfirman“Menunaikan ibadah haji adalah kewajiban terhadap Allah, yaitu bagi mereka yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji ini, maka sesungguhnya Allah adalah Tuhan Yang Maha Kaya yang tidak memerlukan sesuatu apapun dari semesta alam.” QS Ali Imron 97.Penjelasan mengenai hukum umroh berdasarkan haids dari Jabir bin Abdillah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW saat ditanya mengenai wajib ataukah sunnah bagi umat muslim untuk menunaikan umroh, beliau menjawab “Tidak. Jika kau berumroh maka itu lebih baik.” HR Tirmidzi.Meski begitu, hukum umrah diperselisihkan oleh para ulama. Menurut pendapat al-Azhhar yang kuat, umroh hukumnya wajib karena berdasarkan firman Allah SWT “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah.” QS Al-Baqarah 196.Dan hadits dari Aisyah RA yang berkata “Wahai Rasulullah, apakah wajib bagi para perempuan untuk berjihad? Rasulullah menjawab; Ya, yaitu jihad yang tanpa adanya peperangan yakni haji dan umrah.” HR Ibnu Majah dan Al-Bihaqi.Sementara menurut pendapat muqabil al-Azhhar atau yang lemah, hukum umrah adalah sunnah. Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi menegaskan “Demikian pula umrah, hukumnya fardlu menurut qaul al-Azzhar. Sedangkan menurut pendapat pembandingnya, umrah adalah sunnah.” Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi, al-Siraj al-Wahhaj.Pendapat ini berlandaskan kepada beberapa dalil, di antaranya hadits “Nabi pernah ditanya mengenai umrah, Apakah umrah wajib? Beliau menjawab tidak, dan ketika kau umrah maka itu lebih baik bagimu.” HR At-Turmudzi.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban haji adalah disepakati oleh seluruh ulama dan harus dilakukan jika mampu. Sementara umrah masih diperselisihkan dan tidak diwajibkan bagi umat Islam untuk Waktu PelaksanaanPerbedaan ibadah haji dan umroh ini didasarkan karena ibadah haji hanya dilakukan pada bulan haji yaitu pada 9–13 Dzulhijjah. Selain tidak dapat dilakukan di waktu lain, ibadah haji juga hanya bisa dikerjakan setahun umroh dapat dikerjakan kapan saja, kecuali pada waktu yang dimakruhkan seperti saat Arafah pada 9 Dzulhijah, hari Nahar pada 10 Dzulhijjah, dan hari tasyrik atau tanggal 11, 12, 13 ternyata, banyak dari masyarakat Indonesia yang cenderung melakukan umroh berkali-kali dengan alasan kerinduan terhadap rumah Allah SWT. Selama tidak menjadikan beban dan berdampak negatif, para ulama sepakat membolehkan umroh berkali-kali seperti yang sering dilakukan saat bulan haji dan Juga 12 Kewajiban Suami Terhadap Istri dalam Islam, Wajib Tahu!3. Tempat PelaksanaanSelain waktu pelaksanannya, perbedaan ibadah haji dan umroh selanjutnya terletak pada tempat pelaksanaannya. Meski dilaksanakan di Makkah, namun pada ibadah haji seseorang harus menunaikan rukun yang bertempat di luar rukunnya yaitu melakukan wukuf di Arafah, mabit atau menginap di Muzdhalifah, dan melempar jumroh di Mina. Tempat-tempat tersebut berada di luar Mekkah dan menjadi perbedaan ibadah haji dan Perbedaan RukunPerbedaan ibadah haji dan umroh selanjutnya dilihat dari rukun dan juga tata cara pelaksanaannya. Ini menjadi salah satu hal yang penting karena termasuk dalam hal yang pening dan bisa memutuskan apakah ibadahnya sah atau waktu umroh, seseorang akan menunaikan rukun antara lain Ihram, Tawaf, Sya’i, dan Tahalul. Sedangkan pada saat haji, semua rukun tersebut dilakukan dengan menambah 3 rukun haji lainnya yaitu wukuf di Arafah, mabit atau menginap di Muzdhalifah, dan melempar jumroh di Tingkat KeramaianSaat melaksanakan ibadah haji, semua orang dari penjuru dunia hadir secara serentak. Tidak heran, Makkah akan penuh dengan jamaah haji pada saat itu dan menyebabkan keramaian yang luar biasa di beberapa titik daerah di dengan umroh yang dapat dikerjakan sewaktu-waktu selain di hari yang makruh. Ini tidak menimbulkan penumpukkan massa pada satu waktu, sehingga dapat lebih leluasa jika ingin menambah amalan seperti shalat di Masjidil Haram pada saat sebab itu, tingkat keramainnya pun tidak sepadat pada saat dilaksanakannya ibadah haji. Jamaah umroh tidak perlu berdesak-desakan saat menjalankan setiap rukun ibadah umroh dan menjadi perbedaan ibadah haji dan umroh yang jelas Perbedaan Fisik dan MateriSecara rukun, ibadah haji membutuhkan kekuatan fisik yang lebih dari pada umroh karena wilayah yang akan dikunjungi bermacam-macam dengan jumlah jamaah yang jauh lebih banyak. Rangkaian ibadah haji juga lebih banyak karena harus mengunjungi Arafah, Muzdalifah dan rangkaian ibadah umroh hanya dilakukan di sekitaran Masjidil Haram dan Ka’bah saja, tentunya dengan rangkaian ibadah juga yang lebih sedikit. Meski begitu, baik ibadah haji maupun umroh sebenarnya membutuhkan kesiapan fisik yang rukun Islam yang kelima, ibadah haji butuh persiapan yang baik supaya lancar dalam beribadah. Persiapan tersebut meliputi persiapan ongkos naik haji juga yang tentu berbeda dengan umroh. Ini menjadi perbedaan ibadah haji dan umroh yang juga harus Juga 9 Cara Mendampingi Ibu Hamil dalam Islam, Dads Wajib Tahu!Persamaan Haji dan UmrohFoto Perbedaan Ibadah Haji dan Umroh -2 Foto Orami Photo StockHaji dan umrah merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Keduanya memiliki banyak persamaan meliputi syarat wajib, syarat sah, kesunnahan, hal-hal yang membatalkan, dan perkara-perkara yang diharamkan saat melakukan dua ibadah Danubina juga mengatakan bahwa haji adalah ziarah religius ke Mekah di Arab Saudi yang wajib dipenuhi oleh semua Muslim setidaknya sekali dalam seumur hidup karena itu, selain ada perbedaan ibadah haji dan umroh, terdapat pula persamaan antara kedua ibadah yang dilaksanakan di Tanah Suci tersebut, sepertiIbadah haji dan umrah akan mendatangkan pahala,Antara ibadah haji dan umrah diawali dengan keadaan berihram,Kedua ibadah ini dikerjakan terlebih dahulu dengan mengambil miqat makani,Antara Ibadah haji dan umrah, memiliki beberapa rukun yang sama seperti ihram, thawaf, sa’i, dan Tahalul,Ibadah haji dan umroh tidak wajib bagi yang belum mampu baik secara fisik dan keuangan, jadi jika belum siap jangan dipaksakan agar tidak membuat ibadah menjadi mengetahui perbedaan ibadah haji dan umroh ini, diharapkan pengerjaan dua ibadah tersebut dapat berjalan lancar. Sumber Copyright © 2023 Orami. All rights reserved. iiBy.
  • xis944fguj.pages.dev/382
  • xis944fguj.pages.dev/498
  • xis944fguj.pages.dev/71
  • xis944fguj.pages.dev/543
  • xis944fguj.pages.dev/478
  • xis944fguj.pages.dev/89
  • xis944fguj.pages.dev/480
  • xis944fguj.pages.dev/419
  • haji dan umrah termasuk ibadah mahdah oleh sebab itu